Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Critical Review: PENGUNGKAPAN PENGELOLAAN IMBALAN KERJA DI INDONESIA


CRITICAL REVIEW PENGUNGKAPAN PENGELOLAAN IMBALAN KERJA DI INDONESIA”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Pelaporan Akuntansi
 






Disusun Oleh:
AYU NUR FADILAH
NIM. 2016121751
SITI NUR AFNI OCTAVIA
NIM. 2016121104


PROGRAM STUDI AKUNTANSI S1
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PAMULANG
TANGERANG SELATAN
2020







Judul
=
Pengungkapan Pengelolaan Imbalan Kerja di Indonesia.
Peneliti
=
Martin Prastowo Adi dan Amrie Firmansyah.
Tahun Penelitian
=
2018
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengungkapan kebijakan pengungkapan manfaat karyawan sesuai Standar Akuntansi Keuangan Indonesia nomor 24. Kieso (2014) menjelaskan bahwa kebijakan program pensiun yang digunakan oleh perusahaan dalam akuntansi pensiun dikenal sebagai program iuran pasti dan program imbalan pasti. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif dengan menggunakan data dan informasi laporan keuangan baik laporan posisi keuangan (neraca) maupun catatan atas laporan keuangan. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan perusahaan untuk mendapatkan subsektor makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling yang menghasilkan 8 perusahaan sektor industri barang konsumsi sub sektor makanan dan minuman selama periode 5 tahun (2011-2015). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Sub Sektor Perusahaan Makanan dan Minuman secara keseluruhan telah menerapkan program imbalan pasca kerja sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan Indonesia yaitu program iuran pasti dan program imbalan pasti. Secara umum, semua perusahaan menerapkan program imbalan pasti, tetapi ada dua perusahaan yang menerapkan kedua program tersebut, yaitu PT. Ultrajaya Milk Industry & Trading Tbk. dan PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. Pengakuan dan pengukuran, semua perusahaan telah menerapkan prinsip-prinsip PSAK 24 dengan baik. Dalam program iuran yang ditetapkan PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. telah mengakui dan mengukur kewajiban dengan baik. Namun, PT. Ultrajaya Milk Industry & Trading Tbk. hanya mengungkapkan jenis program iuran pasti tetapi tidak mengungkapkan jumlah yang secara jelas diakui dalam laporan keuangan.





BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang Pemilihan Judul
Pada dasarnya, di masa pensiun karyawan tidak memiliki hak untuk menerima imbalan/upah lagi. Pengaturan atas hak para pegawai dalam menerima jaminan dari pemberi kerja diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Selanjutnya, Pemerintah memperluas konteks jaminan pensiun tenaga kerja yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa pekerja yang sudah pensiun pun masih memiliki kesempatan untuk mendapatkan imbalan atas hasil pekerjaan mereka selama masih aktif bekerja. Hal tersebut nampaknya sulit untuk dipenuhi karena perusahaan membutuhkan dana yang besar untuk tetap membiayai pensiunan yang sudah tidak bekerja pada perusahaan. Sebenarnya imbalan pensiun sangat mungkin untuk dilaksanakan. Dana pensiun bagi para pegawai dapat bersumber dari iuran rutin yang dipotong dari imbalan/upah para pegawai selama masih bekerja dulu. Dana tersebut kemudian dikelola untuk dikembangkan mengikuti inflasi yang ada sehingga ketika setelah memasuki masa pensiun karyawan akan menerima imbalan / upah seperti ketika mereka masih bekerja. Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 24 (PSAK 24) revisi tahun 2013 dinyatakan bahwa pengelolaan dana pensiun ini memiliki dua jenis program. Pertama, program iuran pasti merupakan program manfaat pensiun dimana jumlah iuran yang dibayarkan pekerja secara rutin telah ditetapkan. Kedua, program manfaat pasti merupakan program manfaat pensiun dimana jumlah iuran yang dibayarkan pekerja secara rutin ditentukan dengan mengacu pada formula yang biasanya didasarkan pada penghasilan pekerja dan/atau masa kerja. Program kedua ini memiliki kelebihan yaitu manfaat yang diterima ketika pensiun adalah pasti jumlahnya.
Menurut Freeman dan Reed (1983) “informasi terkait dengan pengelolaan dana pensiun sangat bermanfaat banyak stakeholders dalam suatu organisasi termasuk dalam laporan akuntansi. Manajemen organisasi diharapkan untuk melakukan aktivitas yang dianggap penting oleh stakeholder mereka dan melaporkan kembali aktivitas-aktivitas tersebut pada stakeholder”. Tujuan utama dari  teori  stakeholder  adalah  untuk   membantu  pimpinan perusahaan  mengerti lingkungan stakeholder mereka dan melakukan pengelolaan dengan lebih efektif di  antara  keberadaan  hubungan-hubungan  di lingkungan  perusahaan  mereka. 


Terkait dengan hubungan antara perusahaan dan karyawannya, perusahaan harus memikirkan kesejahteraan hidup karyawannya apabila sudah tidak bekerja di dalam perusahaan. Dengan demikian, perlu untuk pengaturan dana pensiun untuk karyawan yang berhenti bekerja dalam perusahaan. Pengelolaan dana pensiun ini, menunjukkan dukungan perusahaan kepada karyawan yang telah memberikan jasa dan pengabdian mereka terhadap perusahaan.
Penelitian ini menyoroti program pensiun yang dilaksanakan oleh perusahaan-perusahaan manufaktur yang bergerak di bidang makanan dan minuman yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia. Alasan pemilihan perusahaan sektor makanan dan minuman karena sesuai prinsip going concern pada entitas ekonomi, perusahaan makanan dan minuman memiliki kemungkinan kecil untuk gulung tikar karena makan dan minuman adalah salah satu kebutuhan dasar manusia danakan selalu dibutuhkan manusia sampai kapan pun. Penelitian ini menjadi penting karena membahas bagaimana perusahaan mengelola dana imbalan pensiunnya mulai dari program yang dijalankan sampai penyajiannya dalam laporan keuangan.

1.2    Fenomena
Program imbalan pascakerja ini memberikan kepastian akan penghasilan di masa pensiun sehingga pekerja yang pensiun bisa tetap melanjutkan kehidupan sebagaimana mestinya. Pengelolaan dana pensiun harus dilakukan dengan baik, mulai dari iuran sampai dengan pembagian hasil pengelolaan dana. Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan menyatakan bahwa iuran Jaminan Pensiun di Indonesia masih jauh lebih rendah jika dibandingkan negara-negara di Eropa yang menganut sistem Pensiun Manfaat Pasti [https://ekbis.sindonews.com]. Iurannya yang sangat rendah dapat berakibat fatal bagi keberlangsungan program Jaminan Pensiun (JP) di Indonesia. Saat ini besaran iuran hanya 3% dari upah yang dilaporkan, sementara di Eropa, Spanyol misalnya, mencapai 28,3% yang juga merupakan kontribusi dari pekerja dan pemberi kerja. Ini artinya kehidupan pensiun para pekerja terjamin dengan nilai yang sangat kecil. Setelah pensiun pekerja ini tidak benar-benar pensiun karena harus mencari usaha lain untuk memenuhi biaya hidup yang tidak bisa sepenuhnya tertutup oleh imbalan pensiun yang sudah diprogramkan. Jika dana tidak dikelola dengan baik maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi kasus penggelapan dana. Seperti yang terjadi pada tahun 2014, terjadi penggelapan dana pensiun karyawan Bank Indonesia sebesar 33 miliar rupiah [http://www.tribunnews.com]. Dana pensiun seharusnya dikelola oleh entitas lain yang memang khusus mengelola dana tersebut.
Dana pensiun yang dikelola biasanya berjumlah sangat material sehingga dana pensiun ini wajib dilaporkan dalam laporan keuangan pemberi kerja, termasuk perhitungan atas jumlah yang dilaporkan. Dalam menghitung dan memprediksi liabiltias dana pensiun ini maka pemberi kerja membutuhkan jasa aktuaria. Dalam PSAK 24 metode penilaian aktuarial yang digunakan adalah Projected Unit Credit untuk program manfaat imbalan pasti. Liabilitas dana pensiun dihitung berdasarkan formula tertentu yang melibatkan time value of money, masa kerja, imbalan / upah di masa depan, bahkan sampai prediksi masa hidup (mortalitas) pekerja. Aktuaria harus bisa mengestimasi nilai liabilitas imbalan dengan baik, begitu juga dengan entitas pengelola dana. Jika pengelolaan tidak benar, return investasi dana pensiun lebih kecil dari tingkat inflasi, maka dana tidak akan cukup membiayai pekerja yang pensiun [Rauh, 2010]. Perusahaan bisa bangkrut, bahkan negara sebesar Amerika Serikat pun bisa mengalami krisis hanya karena dana pensiun.




BAB II
KAJIAN TEORI
2.1    Grand Theory
Pada jurnal tersebut tidak menggunakan teori utama / grand theory, hanya terdapat Tinjauan Literatur yang menjelaskan mengenai Perkembangan Peraturan tentang Program Imbalan Pascakerja, Penyajian dan Pengungkapan Dana Imbalan Pascakerja dalam Laporan Keuangan Perusahaan, Program Iuran Pasti, Program Imbalan Pasti, dan Pengakuan dan Pengukuran Liabilitas Imbalan Pascakerja.

2.2    Penelitian Terdahulu
Pada penelitian tersebut tidak mencantumkan nama penelitian terdahulu.




BAB III
METODE PENELITIAN

3.1    Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian kuantitatif kausal yaitu penelitian yang menggambarkan suatu yang menyeluruh atau menjelaskan hubungan dari dua atau beberapa variable dengan menggunakan data dan informasi laporan keuangan baik laporan posisi keuangan (neraca) maupun catatan atas laporan keuangan.

3.2    Alat Ukur
Peneliti menggunakan metode analisis regresi linier berganda dengan menggunakan alat bantu program komputer Statistical Package for Sosial Science (SPSS) versi 22.0 untuk menjawab rumusan masalah dan menguji hipotesis yang dilakukan.

3.3    Data
Metode pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah pencatatan dokumen yaitu pengumpulan data dengan menggunakan data dan informasi laporan keuangan baik laporan posisi keuangan (neraca) maupun catatan atas laporan keuangan. Pada perusahaan sektor manufaktur sub sektor makanan dan minuman yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia.
   


BAB IV
PEMBAHASAN
4.1    Hubungan Terhadap Variabel
4.1.1  Pengakuan dan Pengukuran Liabilitas Imbalan Pascakerja.
4.1.1.1  Program Iuran Pasti
Dari delapan perusahaan, hanya ada dua perusahaan yang mengaplikasikan program iuran pasti, yaitu PT. Indofood Sukses Makmur Tbk., dan PT. Ultrajaya Milk Industry & Trading Tbk. PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. menggunakan program iuran pasti hanya pada entitas anak Bogasari, SIMP (PT. Salim Ivomas Pratama), dan IAP (PT. Indomarco Adiprima). Penghitungan liabilitas program iuran pasti tidak dijelaskan secara rinci dalam laporan keuangan perusahaan. Perusahaan hanya mencantumkan nilai neto liabilitas iuran pasti tanpa merinci berapa iuran yang telah dibayarkan dan yang telah diakui sebagai beban. Nilai iuran telah ditentukan berdasarkan rumusan yang ditetapkan perusahaan dalam program tersebut. Perusahaan tidak mencantumkan rumusan iuran pasti dikarenakan program ini tidak diperlukan asumsi aktuarial untuk mengukur kewajiban atau beban dan tidak ada kemungkinan keuntungan atau kerugian aktuarial. Bahkan, kewajiban tersebut diukur tanpa didiskonto.
PT. Ultrajaya Milk Industry & Trading Tbk. menyatakan bahwa menggunakan program iuran pasti pada tahun laporan 2015. Perusahaan tidak menyatakan secara jelas jumlah iuran pasti yang dibebankan pada tahun tersebut. Pengungkapan yang tidak lengkap oleh manajemen dapat mengakibatkan pengambilan keputusan yang tidak akurat oleh pengguna laporan. Manajemen seharusnya menggunakan prinsip full disclosure dalam melaporkan keuangannya kepada publik.

4.1.1.2  Program Imbalan Pasti
Delapan perusahaan objek penulisan telah melakukan penghitungan imbalan pasti dengan memperhatikan beberapa hal berikut yakni suku bunga diskonto, tingkat kenaikan gaji, usia pensiun, dan tingkat mortalitas. Namun ada satu perusahaan yang menambahkan dasar penghitungan nilai kini liabilitas imbalan pasti dengan asumsi tingkat cacat, yaitu PT. Sekar Laut Tbk. Praktik akuntansi perusahaan dalam menentukan nilai kini liabilitas imbalan pasti telah sejalan dengan peraturan yang berlaku. PSAK 24 [2010] paragraf 77 – 80 telah menjelaskan dengan rinci bagaimana asumsi aktuarial dilaksanakan. Asumsi aktuarial tidak boleh bias dan cocok satu dengan yang lain (mutually compatible). Asumsi aktuarial terdiri dari asumsi demografis dan asumsi keuangan.
Akuntansi oleh entitas untuk program imbalan pasti harus meliputi beberapa tahap prosedur. Mulai dari taknik aktuarial sampai dengan kurtailmen dan penyelesaiannya. Tahap pertama yang dialkukan perusahaan adalah menentukan nilai kini liabilitas imbalan pasti. Kemudian menguranginya dengan nilai wajar aset program, kerugian aktuarial, dan biaya jasa lalu yang belum diakui.  Pada tahun 2015, tahun mulai diterapkan PSAK 24 revisi 2013, terdapat perbedaan pengukuran dan pengungkapan yang cukup signifikan. PSAK 24 revisi 2013 mengharuskan kerugian dan keuntungan aktuarial diakui dalam Other Comprehensive Income bukan lagi sebagai komponen menghitung liabilitas imbalan pasti. Revisi 2013 juga menghilangkan komponen amortisasi keuntungan atau kerugian aktuaria dan hasil yang diharapkan dari aset program dalam menghitung beban untuk imbalan pasti yang harus diakui pada tahun berjalan. Hal-hal tersebut menyebabkan kenaikan atau penurunan nilai liabilitas imbalan pascakerja yang harus diakui oleh perusahaan. PSAK 24 revisi 2013 juga harus diterapkan secara retrospektif sehingga perusahaan harus melakukan restatement laporan keuangannya.

4.1.1.3  Penyajian dan Pengungkapan Liabilitas Imbalan Pascakerja dalam Laporan Posisi Keuangan.
Perusahaan-perusahaan yang menggunakan program ini (PT. Indofood Sukses Makmur Tbk., dan PT. Ultrajaya Milk Industry & Trading Tbk.) telah menyajikan jumlah yang diakui dalam laporan laba rugi perusahaan. Indofood secara jelas mengungkapkan jumlah yang diakui dan kemudian disajikan dalam laporan laba rugi. Di sisi lain, Ultrajaya hanya menyebutkan program iuran pasti digunakan pada tahun 2015 namun perusahaan tidak mengungkap berapa jumlah yang diakuinya. Perusahaan mungkin telah memasukkan jumlah iuran pasti yang diakui dalam laporan laba rugi namun tidak mengungkapkannya secara jelas seperti yang dilakukan Indofood. Delapan perusahaan objek penulisan secara umum telah melakukan penyajian dan pengungkapan liabilitas imbalan pasti sesuai dengan PSAK yang berlaku. Nilai imbalan pascakerja yang disajikan setiap perusahaan berfluktuatif setiap tahun. Namun secara garis besar nilai yang disajikan mengikuti tren kenaikan nilai. Nilai pada tahun 2015 adalah nilai penyajian setelah restatement akibat penerapan PSAK 24 revisi 2013. Nilai yang diakui oleh perusahaan-perusahaan naik secara signifikan. Kecuali oleh dua perusahaan, PT. Multi Bintang Indonesia Tbk. dan PT. Ultrajaya Milk Industry & Trading Tbk. Kenaikan dan penurunan nilai imbalan pasti pada tahun 2015 diakibatkan dari penerapan PSAK 24 revisi 2013 oleh perusahaan yang megharuskan mengharuskan kerugian dan keuntungan aktuarial diakui dalam Other Comprehensive Income bukan lagi sebagai komponen menghitung liabilitas imbalan pasti, dan juga terkait penghitungan beban imbalan pasti yang dilaporkan dalam laporan laba rugi.
Perubahan penghitungan nilai liabilitas pascakerja secara total aset tidak terpengaruh namun hal ini berdampak pada komposisi liabilitas dan aset. Kenaikan atau penurunan jumlah liabilitas akan mempengaruhi rasio solvabilitas perusahaan. Solvabilitas akan naik bagi perusahaan yang mengakui keuntungan aktuaria karena jumlah liabilitas atas imbalan pascakerja semakin menurun dan jumlah aktiva menjadi naik. Hal sebaliknya terjadi pada perusahaan yang mengakui kerugian aktuaria, tingkat solvabilitas perusahaan justru akan menurun. Dari delapan perusahaan, lima perusahaan mengalami kenaikan atas penerapan PSAK 24 revisi 2013, dua perusahaan mengalami penurunan, dan yang terakhir PT. Wilmar Cahaya Indonesia Tbk. telah melakukan penerapan dini peraturan PSAK 24 revisi 2013 sejak 1 Januari 2013. Sehingga hal tersebut menjadi tidak comparable lagi dengan perusahaan yang lain.

4.1.1.4  Penerapan PSAK 24 revisi 2004, 2010, dan 2013
Laporan keuangan yang menjadi fokus penulisan adalah laporan keuangan tahun 2011 sampai dengan 2015. Dalam jangka waktu tersebut, PSAK 24 telah mengalami beberapa kali revisi. Pada tahun 2011, perusahaan masih menggunakan aturan PSAK 24 revisi 2004. Pada tahun 2010, PSAK 24 mengalami revisi lagi dan harus mulai diterapkan pada perusahaan sejak pelaporan 2012. Berselang tiga tahun, PSAK tentang imbalan kerja ini mengalami revisi. Revisi 2013 mulai efektif diterapkan mulai 1 Januari 2015 dan berlaku retrospektif.
Semua perusahaan dalam rentang waktu 2011 – 2015 telah menerapkan aturan PSAK 24 sesuai dengan tahun revisi dan tahun efektifnya. Hanya ada dua perusahaan yang sedikit berbeda. Perusahaan tersebut adalah PT. Multi Bintang Indonesia Tbk., dan PT. Wilmar Cahaya Indonesia Tbk. PT Multi Bintang Tbk tidak menerapkan PSAK 24 revisi 2013 tidak secara retrospektif sedangkan Wilmar Cahaya Indonesia Tbk melakukan penerapan dini PSAK 24 revisi 2013 yang seharusnya tidak diperbolehkan dalam aturan PSAK tersebut.


4.2    Alasan Berpengaruh/Tidak Berpengaruh
Pada umumnya seluruh perusahaan menerapkan program imbalan pasti, namun terdapat dua perusahaan yang menerapkan kedua program tersebut yaitu PT. Ultrajaya Milk Industry & Trading Tbk. dan PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. Dalam program iuran pasti PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. telah mengakui dan mengukur nilai liabilitas dengan baik. Namun, PT. Ultrajaya Milk Industry & Trading Tbk., perusahaan hanya mengungkapkan jenis program iuran pasti tetapi tidak mengungkapkan jumlah yang diakui dengan jelas pada laporan keuangan. Dalam program imbalan pasti, seluruh perusahaan telah menggunakan jasa aktuaria untuk menilai jumlah yang harus diakui dan dilaporkan dalam laporan keuangan. Hal tersebut telah sesuai anjuran PSAK 24 revisi 2010 dan 2013. Nilai imbalan iuran pasti telah disajikan perusahaan dalam laporan posisi keuangan sebagai beban tahun berjalan. Liabilitas imbalan pasti telah disajikan sebagai komponen liabilitas jangka panjang oleh semua perusahaan. Tren positif yaitu kenaikan dana imbalan pascakerja terjadi pada enam perusahaan yang diteliti. Setiap tahun jumlah dana yang dikelola selalu naik bahkan setelah penerapan PSAK 24 revisi 2013 yang mengharuskan keuntungan dan kerugian aktuarial untuk diakui dalam OCI sebagai komponen ekuitas.
Dua perusahaan lain justru mengalami penurunan tren setelah penerapan PSAK 24 revisi 2013. Mereka adalah PT. Multi Bintang Indonesia Tbk. dan PT. Ultrajaya Milk Industry & Trading Tbk. Anomali penerapan PSAK 24 revisi 2013 terjadi pada dua perusahaan. PT. Multi Bintang Indonesia Tbk. tidak menerapkan PSAK 24 revisi 2013 tidak secara retrospektif sedangkan PT. Wilmar Cahaya Indonesia Tbk. melakukan penerapan dini PSAK 24 revisi 2013. Penelitian ini hanya menggunakan data dengan objek laporan keuangan perusahaan manufaktur sub sektor makanan dan minuman, sehingga pengungkapan imbalan kerja karyawan dalam laporan keuangan tidak menggambarkan perusahaan secara umum.


BAB V
PENUTUP
5.1    Saran Kelompok
Dari penjelasan critical review diatas, telah diketahui poin-poin yang perlu ditulis kembali menjadi sebuah informasi singkat yang dapat menjadi representatif dari keseluruhan informasi pada jurnal tersebut. Adapun saran saran yang kami berikan untuk jurnal tersebut yaitu :
1.        Jurnal tidak menyertakan atau menjelaskan grand theory dan hanya menjelaskan Tinjauan Literatur yang terdapat dalam jurnal. Sebaiknya didalam jurnal penelitian dijelaskan mengenai teori yang diambil oleh peneliti.
2.        Penelitian terdahulu perlu dicantumkan didalam penelitian dan di bagian daftar pustaka, agar peneliti selanjutnya dapat mengetahui secara jelas seluruh sumber yang digunakan selama penelitian dilakukan.
3.        Penulis tidak menyertakan penjelasan hasil dari uji F dan uji t. Lebih baik dalam menjelaskan hasil penelitian, disertakan output dari hasil olah data SPSS.


1. Critical Review Lengkap (Word)
2. Critical Review (Power Point)
3. Sumber Jurnal

Posting Komentar untuk "Critical Review: PENGUNGKAPAN PENGELOLAAN IMBALAN KERJA DI INDONESIA"